Komisi VII DPR RI mempertanyakan program konversi “Kompor Induksi” (kompor listrik) bersubsidi yang digagas Perusahaan Listrik Negara (PLN) sesuai arahan Joko Widodo Presiden.
Saat dilakukan rapat dengar dengan Direktur Utama (Dirut) PT. PLN, Rabu (14/9/2022) lalu, di ruang rapat Komisi VII, pihak PLN dinilai belum bisa memberikan studi kelayakan yang memuaskan atas program ini.
Diah Nurwitasari Anggota Komisi VII DPR RI pada Radio Suara Surabaya, Kamis (22/9/2022) mengatakan, dasar PLN mendorong program kompor listrik itu, yakni dikarenakan over supply pasokan listrik yang terjadi di Indonesia.
“Kami mengatakan ke PLN, kalau ada over supply pasokan listrik, harus jelas ada dimana saja. Bisa jadi hanya di Pulau Jawa saja yang over supply, tapi di wilayah lain bisa jadi tambah kekurangan listrik,” ujar Diah dalam program Wawasan.
Jika itu yang menjadi alasan, dikhawatirkannya program kompor listrik justru akan tidak tepat sasaran dan merata, sebab masih banyak daerah yang belum memiliki infrastruktur untuk menunjang program tersebut, karena tidak teraliri listrik.
Selain itu, dia juga mempertanyakan komponen untuk produksi kompor listrik yang berpotensi menggunakan bahan-bahan impor. Hal ini berkebalikan dengan kebijakan Jokowi Presiden tentang pemenuhan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam setiap produksi barang di Indonesia.
“Yang harus dipertanyakan, apakah ini peralatannya dari impor? Kalau iya itu namanya terbalik dengan kebijakan TKDN. Selain itu, anggarannya dari mana? karena PLN ini BUMN dan anggarannya juga dari APBN dan itu uang rakyat. Oleh karena itu harus benar-benar dikaji dengan jelas,” tegasnya.
Dalam rapat dengan Komisi VII, Darmawan Prasodjo Dirut PLN mengemukakan bahwa anggaran kompor listrik untuk 300 ribu penerima mencapai Rp560 miliar. Diah yang juga Anggota Banggar DPR mengungkapkan, dalam pembahasan RAPBN 2023, anggaran program kompor induksi sudah muncul.
Bahkan sejauh ini, kata Diah, sudah ada sekitar 300 ribuan unit kompor listrik yang saat ini sudah diujicobakan.
“Kabarnya tahun depan bahkan ada lima juta kompor (listrik) yang sudah dianggarkan. Dalam penganggarannya, anggota dewan (DPR) tidak dilibatkan dan ini sudah berjalan,” ungkapnya.
Diah menjelaskan, saat ini mayoritas anggota Komisi VII banyak yang menolak program tersebut karena studi kelayakan dan pengkajian yang masih belum jelas. “Kalau tidak baik, ya sebisa mungkin akan di hold (tahan) dan diminta untuk dikaji ulang,” pungkasnya.
Sebagai informasi, PT PLN (Persero) sedang melakukan uji coba konversi kompor elpiji ke kompor listrik atau kompor induksi di berbagai kota.
Darmawan Prasodjo Dirut PT PLN, pada Rabu (21/9/2022) menyebut dalam program konversi kompor elpiji ke kompor listrik, masyarakat bisa hemat hingga Rp8 ribu per kilogram elpiji.
Selain itu, dengan menggunakan kompor induksi masyarakat bisa memasak dengan lebih hemat 10-15 persen dibandingkan dengan kompor elpiji. (bil/rst)